Siapa takut datang ke Jakarta?
Tidak ada yang takut datang ke Jakarta. Sebab Jakarta adalah tempat lahirnya harapan, terwujudnya keinginan, tempat di mana harapan hidup lebih baik itu ada.
Ya, Jakarta, aku datang.
Aku datang ke Jakarta pertama kali tahun 1994. Namun baru tahun 2010 untuk pertamakalinya aku memijakkan kaki di stasiun Jakarta Kota, yang menurutku model arsitekturnya mirip dengan banyak stasiun kereta api di Eropa. Mungkin, arsitektur Stasiun Jakarta Kota ini lebih mirip dengan Stasiun Kereta Api di Milan, Italia. Foto ini merupakan simbol permulaan perjalananku untuk mengenal kehidupan Jakarta Metropolitan.
Blog ini aku persembahkan terutama bagi pecinta kehidupan, namun terlebih bagi mereka semua yang merasa bertanggungjawab terhadap kehidupan Jakarta. Karena Jakarta adalah Ibukota Negara, aku mengandaikan bahwa penanggungjawab Jakarta tak lain adalah juga simbol dari penanggungjawan negeri ini.
Blog "Jakarta Aku Datang", berisi pernak-pernik kota Jakarta, baik itu yang kelihatan, tersembunyi, maupun hanya tersembunyi di balik pemikiran keprihatinan para warganya. Karena aku merasa diri sebagai warga Jakarta, layaklah aku mewakili salah satu warga negara yang pemikiran dan keprihatinannya perlu didengarkan oleh banyak orang, terutama oleh para wakil rakyat. Kalau toh tidak ada yang mendengarkan, paling tidak ada yang membaca tulisanku. Kalau toh tidak ada yang membaca tulisanku, paling tidak aku telah puas menuliskannya, sebab pepatah mengatakan, verba volant, scripta manent (kata-kata itu akan lepas hilang terbang di udara, sedangkan tulisan itu akan tetap tinggal).
Bagiku, Jakarta adalah ladang pergulatan hidup itu sendiri. Tempat di mana manusia berjumpa dengan realitas kehidupan yang keras, kasar, menghentak, namun juga menawarkan romantisme, cinta, dan harapan. Di sana ada manusia dengan pakaian parlente jas safari, yang berada di gedung-gedung tinggi ber-ac, namun sekaligus serentak ada anak-anak telanjang, manusia dewasa kumuh, yang hidup di pinggir jalan, di tumpukan sampah. Di sana ada kreativitas kelas tinggi yang tampil di gedung-gedung kesenian besar, dengan harga tiket tinggi, namun di situ pula ada berbagai macam seni jalanan yang bisa dijumpai di tiap kendaraan umum. Ada keteraturan, namun serentak kesremawutan. Ada kenyamanan, namun serentak ada kekhawatiran. Singkatnya, Jakarta adalah kota yang penuh dengan kontradiksi. Di kota inilah aku datang...
Jakarta, Aku datang...
Dka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.